Kura-kura Leher Ular Rote Diujung Kepunahan, Gimana Melindunginya?

Nakama Aquatics – Indonesia sebagai negara dengan julukan mega biodiversitas memiliki kelimpahan jenis kura-kura, sayangnya seiring berjalan waktu populasi kura-kura di Indonesia terus mengalami penurunan dan cenderung terancam punah. Salah satunya terjadi juga pada jenis Kura-Kura Leher Ular Rote.

Kura-kura Leher Ular Rote atau yang punya nama latin ‘Chelonia mccordi’, merupakan reptil unik berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Memang sangat menarik untuk membahas kura-kura Leher Ular ini. Apalagi saat ini situasinya cukup mendesak dengan statusnya yang terancam punah. Kamu penasaran bagaimana melindunginya yang dimbang kepunahan? Yuk simak berikut!!

Sekilas kura-kura Leher Ular Rote

Secara morfologi, kura-kura ini mempunyai ciri khas dari kepala dan lehernya yang menyerupai ular, terutama pada bagian leher.

Sesuai dengan nama yang disematkan kepadanya, kura-kura ini adalah hewan endemik di Pulau Rote yang hidup di lahan basah.

Keberadaan kura-kura Leher Ular ini berfungsi untuk menjaga kesehatan perairan dan danau, serta mengontrol populasi serangga agar vegetasi danau tetap terjaga.

Dilansir dari IUCN Red List, kura-kura Leher Ular adalah hewan karnivora dan piscesvora. Artinya ia suka sekali memakan ikan atau daging yang bsia dimakannya. Tetapi kadan ia juga akan melahap siput be

Kura-kura Leher Ular juga ternyata tidak mampu menarik masuk kepalanya hingga ke dalam tempurung karena lehernya yang panjang. Sehingga untuk melindungi bagian kepala, ia hanya melipat lehernya secara menyamping di bawah sisi bagian terluar dari tempurung.

Jadi jangan heran ya, kalau kamu ternyata tidak pernah melihat kura-kura Leher Ular memasukkan kepalanya ke dalam tempurung.

Penyebaran wilayah

Pada umumnya, selain menyebar di Pulau Rote, kura-kura Leher Ular ini juga menyebar terutama di daerah Papua, Australia, dan Amerika Selatan.

Berdasarkan berbagai sumber, sebelum ditemukan sebagai spesies baru, pada tahun 1994 reptil ini telah dilindungi oleh payung hukum Chelonia novaguineae, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/um/10/1980.

Oleh karena itu, tidak ada perdagangan secara legal dari C. mccordi antara tahun 1980 dan 1994. Setiap perdagangan dari Kura-kura Leher Ular Rote yang terjadi dalam periode tersebut dianggap ilegal atau melawan hukum.

Reptil ini juga masuk kedalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan terdaftar dalam Appendix II (perdagangan dengan pembatasan kuota) sejak tahun 2005, dan penetapan perdagangan nol kuota untuk spesimen dari alam sejak tahun 2013.

Menurut Herpetologi

Herpetologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Evy Arida, seperti dilansir pada web resmi yayasantitian.org, menjelaskan kura-kura khas pulau rote ini menjadi salah satu jenis kura-kura yang paling terancam punah di dunia.

Jenis ini mengalami penurunan populasi yang begitu drastis, hingga perjumpaannya di alam dan di lokasi yang sebelumnya ditemukan kini sudah tidak lagi.

Evy mengatakan, dua tahun pasca-jenis ini dideskripsikan pada 1994, statusnya langsung Vulnerable atau rentan yang disematkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Empat tahun setelahnya, pada tahun 2000, predikatnya lompat menjadi Critically Endagered atau kritis alias satu langkah menuju kepunahan di alam liar.

Faktor paling berpengaruh

Faktor paling berpengaruh yang menyebabkan penurunan besar-besaran populasi kura-krua Leher Ular adalah perburuan masif untuk diperdagangkan. Selain itu, penyebaran habitatnya yang tidak begitu luas serta siklus perkembangbiakannya yang cenderung lambat, mempercepat laju kepunahan kura-kura Leher Ular.

Kini, Keberadaan Kura-kura Leher Ular Rote memang sudah sulit dijumpai di alam liar. Tetapi, di sejumlah tempat seperti kebun binatang dan pusat penangkaran masih ada dan populasinya diusahakan meningkat.

Di antaranya di Amerika, Eropa dan Asia, termasuk di Indonesia yang tengah melakukan breeding alias pengembangbiakan.

Momentum penting

Tepatnya pada tanggal 26 Juni 2019 lalu menjadi momentum penting upaya penyelamatan Kura-kura Leher Ular Rote. Dilansir pada laman resmi ksdae.menlhk.go.id, Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) menyerahkan fasilitas berupa kandang konservasi yang akan digunakan untuk repatriasi dari kebun binatang di luar negeri ke Indonesia.

Fasilitas sarana kandang konservasi ini adalah langkah pertama untuk mencegah kepunahan, mengembalikan dan menjaga kelestarian kura-kura leher ular rote dihabitat aslinya.

Agar upaya ini berjalan maksimal, tentu membutuhkan dukungan dan partisipasi seluruh lembaga dan masyarakat (khususnya masyarakat Rote Ndao).

Upaya melindungi dengan konservasi

Sejak pertama kali diperkenalkan sebagai spesies baru di tahun 1994, hingga saat ini tidak ada data jumlah populasi di alam. Penurunan populasi kura-kura Leher Ular ini bahkan dinyatakan punah di alam liar. Wow, sungguh mengejutkan bukan?

Lalu BBKSDA NTT pun menyebutkan, hal tersebut terjadi akibat eksploitasi yang berlebihan. Khususnya dalam hal ini adalah perdagangan masif ditahun 1980 hingga 1990an serta adanya alih fungsi lahan menjadi kawasan pertanian.

Dari hasil penelitian terbaru BBKSDA NTT menunjukkan hanya 3 danau yang masih layak menjadi habitat kura-kura leher ular Rote yaitu danau Ledulu, danau Lendoen dan danau Peto.

Upaya konservasi yang telah dilakukan yaitu penelitian populasi tahun 2005. Namun sayangnya penelitian populasi tersebut sia-sia karena tidak berhasil menemukan spesies liar di alam.

Selain itu cara lainnya adalah dengan melepasliaran 40 ekor kura-kura Leher Ular Rote di danau Peto tahun 2009 serta pengembangbiakan ex-situ sejak tahun 2009.

Kolaborasi untuk melindungi

Perlu kamu ketahu, sejalan dengan upaya konservasi kura-kura leher ular Rote yang dilakukan oleh Balai Besar KSDA NTT bersama mitra dan para pihak terkait, pemerintah provinsi NTT telah memberikan dukungan nyata melalui terbitnya Keputusan Gubernur NTT.

Noviar dari WCS IP mengatakan, langkah yang perlu dilakukan untuk mencegah kepunahan yakni memberikan perlindungan menyeluruh bagi ketiga danau yaitu Peto, Ledulu, dan Lendo Oen, yang mana itu menjadi habitat alami kura-kura leher ular Rote.

Pemerintah juga menurutnya perlu membatasi aktvitas pertanian dan mengatur akses masyarakat ke dalam danau, sehingga kualitas dan debet air ketiga danau itu kembali baik untuk mendukung kehidupan satwa itu.

Noviar juga menyarankan menerapkan sanksi sosial dan budaya yang disepakati seluruh anggota masyarakat di sekitar danau untuk mematuhi komitmen melindungi kura-kura leher ular Rote dan habitatnya.

Penghobi juga bisa berpartisipasi

Sebenarnya bila dipikir-pikir, peran penghobi kura-kura juga bisa dilibatkan dan turut berkontribusi untuk melindungi kura-kura Leher Ular dari kepunahan.

Tentu dengan pengalaman dan wawasannya dalam memelihara kura-kura, mereka bisa melestarikannya lewat rumah atau tempat huniannya masing-masing.

Yah, ini bisa jadi ada pro dan kontra terkait hal ini. Namun dengan jumlah penghobi kura-kura yang cukup banyak di Indonesia, seharusnya pihak-pihak konservasi menjadi lebih terbantu.

Mungkin memang bukan penghobi kura-kura sembarangan yang bisa pelihara kura-kura ini, mengingat untuk memeliharanya saja perlu beberapa persiapan dan perawatan khusus mulai dari kandang, pakan, sampai dekorasi.

Kesimpulan

Kura-kura Leher Ular yang diambang kepunahan ini seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya segelintir pihak saja. Ingat bahwa kura-kura ini salah satu reptil ikonik yang ada di Indonesia lho.

Jadi bagaimana menurutmu? Apakah kura-kura ini hanya perlu dilindungi oleh piha-pihak konservasi saja? Atau sebenarnya penghobi kura-kura juga bisa turut berkontribusi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *