Ramai Lepas Ikan Red Tail Catfish di Sungai atau Perairan, Emang Boleh?
Kemarin ada video viral yang berisi seorang oknum melepas Red Tail Catfish ke sungai dekat rumahnya. Dengan tanpa beban, si pria ini melepas seekor RTC berukuran 20-30cm dari ember. Pas masuk air, RTC nya langsung mabur tanpa pamitan kedalam danau yang cukup besar dan luas. Aku gak tahu dalam beberapa tahun kedepan, ikannya bakal tumbuh segede apa.
Dengan luas danau dan sumber dayanya yang besar, bukan gak mungkin RTC nya bisa tumbuh segede orang dewasa kaya di habitatnya di Sungai Amazon.
Alibi dari oknum ini setelah diserang ribuan komen adalah air dalam danau tersebut adalah air payau yang mana oknum tersebut menilai si RTC gak akan bisa bertahan. Apakah tepat?
Terus, emang boleh merilis RTC mu ke danau dekat rumah?
Penemuan ikan predator luar di danau lokal
Penemuan ikan ikan predator di danau lokal sudah tercatat selama beberapa tahun belakangan dan intesitasnya semakin tinggi dari tahun ke tahun. Ikan yang paling sering ditemukan ya Arapaima dan Aligator Gar.
Menurut catatan, Arapaima udah ditemukan di Jawa Timur, Aceh, dan di kolam hobis di Batam, serta beberapa penyitaan dari koleksi hobis di Semarang.
Baca juga : Arapaima Gigas Si Ikan Purba Asal Amazon
Arapaima udah terkenal sebagai citranya sebagai ikan monster yang mesti dibasmi jika ditemuin di sungai lokal.
Pada 2018 lalu, jenis ikan predator lain juga ditemukan di sungai lokal, tepatnya di Kali Item, Kemayoran, Jakarta Pusat. Seorang warga bernama Diki nemuin 2 ekor ikan aligator berukuran 50cm pas lagi mancing karena di kasih tau sama kerabat dekatnya kalo di kali itu emang ada ikan aligatornya.
Pas lagi ngejaring, eh ujuk ujuk ternyata ada dua ekor ikan aligator yang terjerat sama jaring si Diki. Kontan doi langsung kegirangan karena nangkep ikan modelan kaya gini di sungai lokal ya pasti jarang terjadi, karena ikan aligator gak hidup alami sebagai ikan endemik Indonesia.
Tapi karena sadar ikan ini sebenarnya dilarang dan merupakan ikan invasif, Diki dengan legowo memberikan hasil tangkapannya ke KKP sebagai dinas yang punya wewenang atas ikan tersebut.
Setahun berikutnya, kasus serupa juga ditemukan di Jatinegara, Jakarta Pusat, tepatnya di Setu Rawa Badung, Cakung, Jakarta Timur. Pas lagi ngangkutin sampah di sekitar area setu, petugas satpel Unit Pengelola Kawasan (UPK) Badan Air Kecamatan Cakung Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta nemuin ada seekor ikan aligator yang naik ke permukaan. Tanpa babibu, mereka langsung menjerat ikan tersebut make jaring. Akhirnya petugas berhasil menangkap ikan tersebut yang beberapa saat kemudian malah mati.
Ikan yang ditemuin ukurannya besar, 126cm dengan berat 12 ons. Selama setahun terakhir, warga mengaku udah ada 3 ekor Aligator yang ditemuin.
Sebagai orang Indonesia, rasanya gak boleh buat menyia-nyiakan penemuan, apalagi ikannya gede. Cerita ikan aligator di Jatinegara berakhir dengan adegan para warga yang menikmati ikannya, karena ikan ini dipotong. Ada juga yang memanfaatkan dagingnya buat umpan mancing.
Rest In Peace, Aligator Gar asal setu Rawa Badung.
Penemuan demi penemuan yang kebanyakan pasti masuk laman media, membuat KKP makin ketat untuk memberlakukan aturan, tapi jelas prakteknya di lapangan baru kaya ketat pas ada sesuatu yang viral aja dan gak dijalankan secara berkelanjutan. Bukti konkritnya adalah, ikan kaya RTC dan Aligator Gar masuk ke dalam list larangan untuk dipelihara. Tapi masih kedua jenis ikan tersebut masih dengan bebas diperjualbelikan di pasar ikan hias lokal.
Berbeda dengan Arapaima yang emang kiprahnya sukses dibungkam oleh KKP, karen sekarang udah jarang banget orang kedapetan berjualan Arapaima.
Red Tail Catfish bukan gak mungkin bisa aja jadi spesies ketiga ikan predator ‘bule’ yang ditemukan di sungai lokal karena dilepas dan akhirnya bisa hidup dalam ekosistem sungai tersebut.
Red tail catfish dilepas?
Kemarin ada seorang oknum yang menunggah video kontroversial dimana disitu dia melepas RTC alias Red Tail Catfish ke sungai lokal. Videonya langsung viral dan berhasil jadi bahan perbincangan di kolom komentarnya, karena yang komen juga udah banyak banget.
Baca juga : Red Tail Catfish Si Lele Berwajah Doraemon
Oknum yang mengunggah video viral yang kemarin cukup mengagetkan itu kayanya berasal dari Malaysia. Kalo ngeliat dari konten konten yang dia upload di tiktoknya, pria ini jelas bukan pemula karena koleksi ikannya buanyak. Aku ngira yang ngelepas tadinya adalah pemula yang gak tau apa apa. Keepers pemula emang banyak jadi biang kerok karena ketidaktahuan mereka pas ngebeli ikan.
Dari profilnya, orang ini bisa dibilang salah satu influencer dunia air di Malaysia. Soalnya profilnya udah punya banyak followers dan likesnya udah sampe lebih dari 400 ribu.
Beberapa videonya juga udah sukses ditonton sebanyak jutaan kali sama orang. Dengan besarnya platform yang dia miliki, konten kaya gini sebenernya bisa jadi konten bunuh diri.
RTC sendiri emang bisa tumbuh besar dalam waktu yang cepat. Dalam 6 bulan aja, kalo dikasih makan dengan layak dan dikasi tempat tinggal yang luas, mereka bisa tumbuh dari 10cm ke 60cm.
Kalo kamu buta banget soal pengetahuan ikan ini dan tertarik beli karena lucu, ikan ini bisa jadi mimpi buruk buat kamu haha. Karena beli ukuran imut, dalam waktu yang gak lama, dia bisa jadi segede tanganmu.
Itu juga yang bikin banyak orang melepas ikannya ke alam liar, karena udah gak sanggup buat melihara ikannya secara materi dan dedikasi waktu.
Dengan koleksi dia yang buanyak, kayanya rada aneh kalo misal dia gak tau soal dampak yang bisa dihasilkan dari dia melepas RTC nya tersebut. Rada sedih juga orang bisa melalukan segala cara, walau bisa sangat merugikan hanya buat sebuah konten.
Karena kalo dilihat dari keberhasilan capaian kontennya, apa yang dia lakuin emang sangat berhasil. Saat ini videonya udah ditonton sama 4 juta orang. Sangat berhasil buat ukuran engagement konten di sosial media, tapi dampaknya untuk ekosistem lokal dan edukasi kepada sesama pecinta ikan predator? Ya gak menguntungkan.
Dengan besarnya platform yang dia miliki lewat akun Tiktoknya, mungkin bisa aja ada beberapa orang yang mencoba melakukan apa yang dia lakuin. Karena budaya Tiktok kan budaya latah, dimana banyak orang rela melakukan apa aja demi validasi dan angka views. Jelas views yang ia dapat dari video ini bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama demi angka views.
Semoga aja netizen udah pinter dan gak nekat untuk melakukan hal kaya gini, karena kamu bisa aja dijerat sama hukum karena ikan yang dilepas termasuk ikan yang dilarang di Indonesia.
Apa akibat dari lepasnya red tail catfish?
Sejak duku RTC udah dilepas di Thailand sebagai ikan pancingan, karena disana banyak resort dan penginapan mewah yang menyediakan wahana pancing khusus ikan ikan monster asal Amazon. Gak cuma RTC, disana juga bada Arapaima, Aligator Gar dan banyak ikan raksasa lainnya. Praktek ini emang udah umum di Thailand untuk memanggil para wisatawan asal Asia, khususnya para pemancingan untuk bisa merasakan tenaga tenaga kuda ikan ikan tersebut tanpa mesti melancong jauh ke Amazon.
Kebanyakan sungai sungai tempat RTC dilepas adalah danau buatan yang emang khusus dibuat untuk keperluan pariwisata, jadi bukan ke sungai dengan ekosistem yang natural ya. Kalo disini mungkin namanya Setu, cuma bedanya ya danau danau buatan ini emang khusus dibuat dan diisi oleh ikan ikan monster, termasuk Red Tail Catfish.
Sama kaya Arapaima, Aligator Gar, dan Golden Dorado, RTC dipilih karena kekuatan mereka yang menantang para pemancing handal untuk menjajal ikan ini melawan mata pancing nya, karena di Amazon sana, pemancing pasti sumringah kalo bisa mengangkat mereka ke daratan.
Ironisnya, di Malaysia yang notabenenya adalah tempat si oknum melepas ikannya, terdapat laporan kalo RTC emang udah hidup dan berkembangbiak disana. Mereka bisa ditemukan di sungai daerah Perak dan Pahang.
Jadi udah terbukti kalo RTC bisa hidup, berkembangbiak dan bertahan di air Asia Tenggara yang mana emang tipenya mirip kaya di Amazon. Kalo sampe di Perak dan Pahang ikan ini udah menjadi ikan umum yang ditemuin, hal itu jauh lebih menakutkan, karena kalo Arapaima dan Aligator Gar kebanyakan ditemukan karena dilepas dan jumlahnya sedikit, artinya RTC lebih punya kemampuan adaptasi yang bagus ketimbang dua temannya tersebut.
Arapaima walau mengancam, tapi mereka belum ditemukan berkembang biak dan bertahan lama di air Indonesia, begitu juga dengan Aligator Gar.
Jadi kalo sampe lepas, RTC bakal memporak-porandakan ekosistem lokal, karena ukuran mereka yang lebih kecil, membuat RTC bisa lebih leluasa bergerak tanpa terlihat oleh nelayan dan masyarakat. Ditambah, RTC bukanlah ikan yang butuh oksigen dari luar air. Yang bikin Aligator dan Arapaima ditangkep kan karena mereka kepergok ambil nafas ke permukaan air, kebetulan disitu ada orang yang ngeliat. Yaudah akhirnya mereka bisa ditangkep.
RTC gak perlu itu. Mereka bisa dengan leluasa bergerak dibawah air tanpa ketauan, karena mereka adalah tipe ikan yang menyerap oksigen dari dalam air.
Dengan kemampuan bergerilyanya itu, mereka punya kesempatan lebih untuk bisa mendominasi ekosistem lokal jika sampe dilepas atau terlepas.
Kerugian yang ditanggung sebagai akibatnya bisa mahal banget. Mulai dari hilangnya populasi ikan lokal yang otomatis akan berdampak kepada kelangsungan hidup para nelayan yang menangkap ikan sebagai mata pencaharian. Pasalnya, ulah ikan invasif membuat banyak danau di dunia kehilangan sumber daya alam orisinalnya dan akhirnya menjadi danau dengan penghuni yang sedikit, hanya beberapa jenis ikan yang kuat yang bisa bertahan.
Ikan invasif juga bisa merugikan masyarakat sekitar danau, walau bukan nelayan. Buktinya di Panama, pernah ada kejadian pbass terlepas ke danau setempat dan menghabisi banyak populasi ikan kecil yang berguna untuk mengontrol populasi nyamuk. Akibatnya banyak warga sekitar terkena wabah malaria, karena ikan ikan yang berperan makanin anak nyamuk udah abis karena disikat sama pbassnya.
Bukan gak mungkin itu bisa terjadi di danau dan ekosistem air dekat rumahmu jika ada ikan predator alien yang lepas dan bertahan untuk berkembangbiak dan akhirnya menjadi penguasa.
Hukuman yang bisa menjerat pelaku
4 tahun lalu, pelaku pembuang Arapaima di Kali Brantas dikenai beberapa pasal oleh penyidik yang mengarahkannya kepada si pelalu.
Pasal 16 UU 45 tahun 2009 dipakai untuk menjerat si pelaku. Jika pelaku terbukti melakukan pelanggaran dalam pasal tersebut yang berupa memasukkan, mengeluarkan mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pelakunya bakal terancam kurungan penjara selama 6 tahun dan denda 1,5 miliar.
Hukuman ini sangat serius loh. Kalo ada oknum yang melepas dan ketauan, udah barang tentu kurang lebih selama 6 tahun dia bakal mendekam di penjara, karena cuma ngelepas ikan. Gak mau kan hal kaya gitu bisa terjadi ke kamu?
Jadi jangan sampe ada lagi kejadian kaya gini. Sebenernya ada poin plusnya juga kejadian kejadian seperti ini terungkap ke ruang publik, karena dari situ awareness kamu dan kita semua akan perlindungan alam pasti akan meningkat. Lewat kolom komen, banyak orang bisa mengutarakan pendapatnya serta mengingatkan si pelaku atas tindakannya. Sanksi sosial adalah sesuatu yang amat berat dan gak bisa dikontrol, jadi mendapat sanksi sosial berupa hujatan bisa menjadi pukulan mental buat mereka yang sengaja melepas ikan alien ke sungai, apalagi untuk keperluan konten.
Indonesia punya Kementrian Kelautan dan Perikanan sebagai lembaga yang mengatasi hal kaya gini lewat Dinas Perikanan dan Balai Karantina Ikan yang bisa menjadi opsi utama kalo kamu gak sanggup lagi untuk melihara ikanmu. Entah itu karena udah kebesaran, gak punya waktu karena hal lain, atau gak kuat untuk menanggung biaya makannya.
Menyerahkan ikan yang udah gak kuat kamu pelihara kepada pihak berwenang jauh lebih baik ketimbang kamu melepasnya ke alam liar. Mungkin kamu ngeliat dia bisa bebas dan hidup penuh kebahagiaan karena tempat tinggalnya luas kaya di alam aslinya, cuma ya belum tentu. Siapa tau dia bisa mati karena dipancing, atau mati karena dimakan ikan lain yang lebih besar, atau malah memberi dampak buruk kepada alam sekitar kalo dia bisa sukses menjadi predator puncak.
Semua kasih ikan invasif pasti berawal dari kecerobohan atau tindakan gak terpuji dari fish keeper yang gak sengaja atau dengan sengaja melepas ikannya. Yang menanggung akibat bukan cuma makhluk yang hidup di sungai, tapi bisa juga nelayan, warga sekitar, sampe pemerintah.
Karena mengatasi wabah ikan invasif gak pernah murah.
Kesimpulan
Melepas ikan predator tidak bisa sembarangan, dan sebenernya bukan Cuma ikan predator tapi ikan invasif secara umum. Karena di situ ada tanggung jawab alam yang harus kita pikul. Bagaimana menurutmu?
Pingback:Alasan Ikan Red Tail Catfish Jadi Malapetaka di Akuarium Kamu - Nakama Aquatics